Santo Yustinus Martir: Sang Saksi Ekaristi
Umat Katolik barangkali tak akan mendapat kesaksian apapun tentang Ekaristi pada abad-abad awal kekristenan, jika tak ada tulisan dari Santo Yustinus Martir. Ia lahir sekitar 100 M di tempat yang disebut sebagai Flavia. Menurut kisah yang beredar, ia lahir dari keluarga yang masih menyembah dewa-dewa berhala karena ayahnya, Priscius adalah salah satu tokoh politik di Yunani saat itu. Sejak kecil, Yustinus mendapat fasilitas pendidikan yang terbaik dari keluarganya. Tak heran, ia sudah mendapat pengetahuan filsafat dan pengetahuan matematika di usianya yang masih remaja. Sebagai seorang yang menganut agama lokal, ia masih bertekun dalam ajaran agamanya, seperti melakukan penyembahan kepada dewa-dewi setempat.
Suatu kali ia mendengarkan sebuah orasi seorang pria tua di dekat plaza. Ia pun semakin penasaran dan tergerak untuk mendalami isi pembicaraan tersebut. Nyatanya, ia mulai mengenal iman akan Kristus dari pembeicaraan itu. Kemudian, ia belajar mengenal iman Kristen dan menyatakan diri untuk dibaptis. Selang beberapa saat, ia banyak menulis tentang iman Gereja Perdana, khususnya kesaksiannya tentang perayaan Ekaristi.
Pengaruhnya
Yustinus menjadi penting dalam pokok ajaran teologi awali. Mengapa demikian? Ini karena semua tulisan para pujangga Gereja berikutnya banyak mengacu pada kesaksian Yustinus. Seolah ia menjadi catatan kaki bagi tulisan-tulisan tentang iman Kristen selanjutnya. Bahkan, beberapa pokok iman juga diilhami oleh ajaran Yustinus. Selain itu, ia juga berjasa dalam meneguhkan iman umat awali, mengingat saat itu adalah masa penganiayaan.
Pengaruh yang tak kalah penting berikutnya adalah kesaksiannya tentang Ekaristi. Dalam karyanya, “Dialog”, ia menggambarkan betapa perayaan Ekaristi adalah sebuah perjamuan ilahi karena Kristus sendiri yang hadir di sana. Setiap kali umat memecah roti dan meminum anggur, sebenarnya Kristus sendirilah yang tengah merayakan pesta perjamuan itu. Dalam Ekaristi juga terdapat persekutuan dan perutusan. Barangkali, umat tak akan mengerti gambaran perayaan Ekaristi saat itu apabila tak ada kesaksian yang paling tua ini.
Ajarannya
Yustinus adalah salah seorang Bapa Gereja yang tekun memberikan ajaran apologetiknya di tengah banyak serangan yang ditujukan pada iman Kristen. Dengan cara mendalami Kitab Suci, ia menjelaskan isi nubuat dalam Perjanjian Lama yang digenapi oleh Yesus Kristus. Hal ini menjadi penting karena Yesus adalah pemenuhan janji Allah dalam karya keselamatan. Pokok ajaran yang hendak disampaikannya adalah sebuah realitas tak terbantahkan bahwa Yesus adalah mesias yang selama ini dinanti umat manusia dan akan membebaskan mereka dari jerat dosa demi keselamatan kekal.
Yustinus juga memiliki cara mengajar yang unik di tengah para Bapa Gereja lainnya karena memiliki corak eksegesis dalam ajarannya. Ajarannya yang demikian menjadi signifikan bagi teologi Gereja karena mengingat Gereja Katolik berakar pada tradisi Yahudi dalam Perjanjian Lama. Dengan cermat, ia juga memberikan gambaran bahwa seluruh isi Perjanjian Lama akan berpuncak pada diri Yesus, Sang Anak Allah. Kemudian, ajarannya ini berpengaruh bagi para penulis Gereja awali selanjutnya.
Latar belakang filsafat yang dimilikinya membuatnya cerdas mengaitkan ajaran iman dengan penjelasan filosofis. Bahkan, dalam beberapa literatur filsafat, nama Yustinus disebut sebagai filsuf awali yang menjelaskan metafisika Kristiani. Hal ini menjadi jembatan penting dalam tradisi Gereja Katolik selanjutnya, yakni membangun pondasi iman dengan penjelasan filosofis yang rasional. Karena itu, ia layak disebut sebagai penyambung gagasan filsafat dengan teologi Kristen.
Penulis
Kristoforus Krisna